Wednesday, November 9, 2011

Curhat atau Berbagi Kebencian?

Terinspirasi dari status facebook sahabat saya, Adkaningrum tadi sore,
"curhat atau berbagi kebencian?? be careful."

Yaaa... Curhat atau berbagi kebencian...
Saya cukup setuju dengan status fb tersebut. Antara keduanya saya anggap bedanya tipis. Kenapa? Karena antara curhat, berbagi kisah, berbagi kesedihan atau justru berbagi kebencian itu tidak jauh beda.

Curhat sebagai salah satu alat berbagi kisah dengan orang lain bisa mengurangi ‘penderitaan’ yang sedang kita hadapi. Sebenarnya tujuan awal kita curhat mungkin untuk mengurangi beban penderitaan itu, tidak lebih.

Tapi apa tau, bahwa ‘pasangan’ curhat kita yang secara tidak langsung sebagai ‘keranjang sampah’ (maaf saya pakai perumpamaan ini) tidak serta merta menerima begitu saja segala episode percurhatan itu. Coba di telisik lagi di dalam hati.

Pernah, suatu kali… Saat seorang teman curhat kepada saya mengenai dia yang diperlakukan sangat tidak enak oleh temannya yang lain (kebetulan saya juga mengenal orang tersebut). Diceritakanlah betapa perlakuan orang tersebut yang sangat buruk. Mungkin saat itu dia hanya bermaksud untuk meringankan hatinya, membuang segala ketidak-enakan perasaan yang sedang dia hadapi.

Di lain pihak, secara tidak sadar saya yang saat itu sebagai ‘keranjang sampah’nya dia, tidak menerima ceritanya begitu saja. Dari menerima curhatnya itu pikiran saya juga menjadi ikut ‘membenci’ orang tersebut, tidak menerima segala perlakuan yang diberikan kepada teman saya.

Nah, jadilah orang yang ‘sebel’ dengan orang tersebut bertambah satu (yakni saya sendiri, yang jelas-jelas tidak terkait langsung dengan kejadian tersebut). Dan jadi berpengaruh ketika saya bertemu dengan orang itu. Kadang hal ini tidak kita sadari secara langsung. Itulah yang saya sebut sebagai curhat berbagi kebencian.

Dari episode curhatan teman kita yang bilang, “Ihhh, si A itu kan orang nya begini….begini….masa kamu ga tau?”

Mendengar ini, pada saat kita melihat si A, otak kita ini secara tidak sadar pasti akan mencari-cari bukti kesalahan orang tersebut, sehingga suatu saat kita bilang, “Eh iya, ternyata yang dibilang itu bener ya… Si A itu memang begini-begini…”

Dan ironisnya, kadang teman kita yang punya ‘urusan’ awal dengan yang di ‘benci’ nya itu sudah lupa dengan kebenciannya, sudah bisa bersikap biasa lagi. Justru kita-lah yang terjebak dengan situasi ‘benci’ itu, jadilah kita yang sebel beneran dengan orang itu. Yah itulah, terjebak dengan curhat berbagi perasaan atau berbagi kebencian...

Hehehe,,, so be careful buat semua pihak...
saat menjadi ‘keranjang sampah’ jangan ikut terbawa suasana yang pada akhirnya akan menjebak kita di situasi yang akan menjadi sangat tidak mengenakkan... :)

dan saat curhat, pastikan bahwa kita hanya berbagi kisah saja, bukan turut berbagi kebencian dengan sahabat kita itu...

2 comments:

  1. hu uh....makanya aku yang dulu suka nyari "keranjang sampah" sekarang2 lebih baik diam jangan menyebarkan keburukan orang lain. Kata2 bijak dari pacarku sih "aib itu bukan untuk disebarluaskan" :)

    ReplyDelete
  2. Betul...betul...betul...
    mungkin rasanya akan sangat tidak enak, tapi ada baiknya emosi itu kita pendam sesaat. Atau dilampiaskan ke media yang tak bertuan, di tulis di kertas trus kertasnya kita robek-robek, gunting atau bakar sekalian. Lumayan bisa mengurangi kekesalan... hehehe

    ReplyDelete

Jika berkenan tinggalin jejak yaa... Terimakasih sudah berkunjung... :)