Saturday, September 15, 2012

The Reviving Moment: Semua akan Indah pada Waktu-Nya

Sering dengar kata "semua akan indah pada waktunya"?

Sejujurnya saya jawab iya! Atau mungkin pernah sampai bosan dengar kata tersebut. Kata-kata itu sering saya dengar dalam berbagai hal dalam perjalanan hidup ini.

Ketika lulus kuliah dan mendapat gelar Sarjana Pertanian, ternyata saya juga punya gelar lain sebagai seorang pengangguran. Melihat satu demi satu teman yang meninggalkan kampus dan menjadi pegawai di suatu perusahaan terus terang benar-benar membuat saya iri. Kapan waktu saya untuk keluar dari kampus ini.

Bukan saya sudah bosan ada disini. Tapi serasa ada beban moril kepada orang tua, anaknya yang sudah bergelar seorang sarjana ini tak juga memperoleh pekerjaan yang pasti. Ya, karena pekerjaan saya saat itu hanya sebagai seorang asisten laboratorium di kampus. Yang memiliki penghasilan tak seberapa per bulannya.

Tapi bukan berarti saya hanya berdiam diri atau tidak berusaha mencari pekerjaan. Saya selalu mencoba semua lowongan yang bisa dimasuki, apapun itu asalkan syaratnya memenuhi kriteria yang saya miliki. Mulai dari agent call center kartu kredit, perusahaan di pelabuhan hingga menjadi front liner di salah satu bank. Hasilnya masih nihil.

Hingga suatu waktu ada lowongan menjadi dosen D3. Girang bukan kepalang bagi saya, karena inilah salah satu kesempatan yang saya tunggu-tunggu juga. Segeralah saya siapkan segala kebutuhan yang diminta. Surat lamaran pun langsung saya kirimkan secepatnya.

Sampailah pada hari dimana ada panggilan untuk ikut psikotest lowongan dosen tersebut. Lagi-lagi saya harus menelan pahitnya kekecewaan. Semua teman yang mendaftar lowongan ini dipanggil untuk psikotest, kecuali saya. Ya! Kecuali saya. Iri, sebal, marah atau rasa yang lain berkecamuk dalam hati. Bahkan teman yang IPK nya lebih rendah dari saya pun dipanggil. Kenapa saya tidak?

Saking penasarannya saya telpon panitia kampus ini. Informasinya semua pelamar mendapat panggilan untuk test. Lalu kenapa saya tidak? Pertanyaan itu semakin besar di kepala saya. Alasan orang tersebut adalah karena aplikasi lamaran saya tidak pernah sampai ke panitia. Hah? Padahal saya sendirilah yang mengirimkannya ke kantor pos. Tapi ya sudahlah. Saya pun tidak bisa berbuat apa-apa.

Pada akhirnya setelah melalui pencarian panjang dan tak henti, saya pun diterima bekerja di BRI. Disinilah saya memiliki sahabat, teman dan rekan kerja baru. Dari sini juga saya bisa berkeliling Indonesia, mulai dari ujung barat hingga timurnya. Sebuah perjalanan yang dulu tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dan semua ini mungkin tidak akan saya dapatkan kalau dulu saya hanya menjadi seorang agent kartu kredit, atau seorang customer service atau seorang dosen D3.

Ya, semua hal memang sudah ada garisnya dari Yang Maha Kuasa. Mulai dari yang sangat sederhana hingga yang tak terjangkau manusia. Bahkan daun jatuh pun bukankah sudah ada takdirnya?

Dan termasuk ketika sekarang banyak orang yang bertanya kepada saya, "kapan menikah?" Bukankah sejak lahir Allah sudah menggariskan itu di kehidupan saya?

Saya akui, saya masih sering merisaukan pertanyaan macam itu. Terkadang ingin juga menunjukkan ketidaksukaan terhadap pertanyaan sejenis itu.

Bahkan ketika belum lama ini ada yang (menurut saya) termasuk tidak sopan (walaupun menggunakan kata maaf) bertanya, "mba, maaf ya... apakah sudah pasti bulan desember ini mba sudah menikah?"

Jujur. Saya tersinggung dengan pertanyaan itu. Apakah menjadi urusan dia kalau saya akan melepas masa lajang akhir tahun ini. Walau dia bertanya dengan alasan untuk urusan kantor. Apa dia tidak membayangkan jika dirinya yang mendapat pertanyaan macam itu. Mungkin memang tidak. Karena dia sudah menikah.

Memangnya saya tidak mau menikah? Atau saya tidak berusaha untuk segera menikah?

Saya mau dan berusaha untuk bisa segera menikah. Tapi mungkin memang sudah garis kehidupan saya yang seperti ini. Karena sekuat apapun saya berusaha, jika Allah belum berkehendak ya belum terjadi juga.

Tapi saya percaya, selalu ada hikmah dibalik peristiwa. Akan selalu ada alasan untuk setiap kejadian. Yang semua akan indah pada waktunya.

Saat ini saya sedang mengikuti pendidikan untuk menjadi manajer operasional di tempat saya bekerja, yang mengharuskan saya selama kurang lebih 3 minggu berada di pusdiklat, dan 5 hari berada di kantor cabang. Setelah saya ingat kembali yang pernah kami rencanakan sebelumnya, pasti saya tidak akan bisa mengikuti pendidikan tersebut jika saya menikah bulan ini. Ya iyalah! Sudah pasti saya akan lebih memilih untuk menikah lalu honeymoon dan melepas pendidikan manajer operasional ini.

Mungkin inilah garis kehidupan yang harus saya lalui. Dan saya percaya bahwa semua akan indah pada waktu-Nya. Akan selalu ada alasan dari setiap kejadian yang terjadi, pada akhirnya saya pun selalu meyakini 'rencana Allah akan selalu lebih indah dari yang pernah kita rencanakan'.


"Tulisan ini diikutsertakan pada Monilando’s First Giveaway"

4 comments:

  1. bener banget mbak, semua akan indah pada waktunya.. saya juga udah mulai sering ditanya kapan nikah *curcol hehe..


    btw salam kenal ya mbak, makasih banyak udah ikutan GA :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, senangnya yang punya hajatan mampir kesini... :)

      Salam kenal juga, mbak monik...

      Delete
  2. Kalo aku lebih suka kata-kata . Semua akan (P)indah pada waktunya yu hahahah. nice post ;D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga lagi suka sama kata2 "semua akan (p)indah pada waktunya," mba...
      Hehehe... :D

      Delete

Jika berkenan tinggalin jejak yaa... Terimakasih sudah berkunjung... :)